Sebelumnya, selamat berlebaran wahai penikmat blog gw, mohon maaf lahir dan batin. Alhamdulillah ya Sis, lebaran tahun ini rasanya lancar jaya. Dari yang gw baca-baca jumlah kecelakaan lalu lintas selama mudik turun drastis. Gw pun mudik ke Jakarta.. Ya Allah nikmat banget ibukota saat hampir setengah penduduknya pulang kampung.
Beberapa hari lalu gw baca berita seorang penumpang pesawat yang berkomen gak sedap soal bayi yang tantrum di pesawat. Komen gw saat itu, "Gile tu orang.. gak ada takut-takutnya sama netijen!". Hahaha.
Oke, pertama-tama gw mau mencoba lihat persoalan ini dari perspektif si penumpang dan si orang tua. Btw, ini berdasarkan pemikiran gw yaa..
Kalau kita menempatkan diri sebagai penumpang. Jujur aja deh.. kita semua pasti pingin ngerasain perjalanan yang yang nyaman dan tenang. Dan gak sedikit orang yang ngejadiin perjalanan jarak jauh mereka ini momen istirahatnya mereka. Syukur-syukur pakai merk pesawat yang berfasilitas oke, jadi bisa dialihkan ke yang lain. Nah yang enggak? Menurut gw sisi kemanusiaan kita diuji disini.
Kalau kita menempatkan diri sebagai si orangtua yang bayinya tiba-tiba tantrum. Gw sering kok beberapa kali duduk berdekatan sama orangtua yang lagi alami ini. Dan somehow gw ngedapetin 1 hal kesamaan. Sepertinya mereka malu. Malu sama penumpang lain karena sudah ganggu, malu sama penumpang lain karena seperti orang tua yang gak bisa mengasuh anaknya sendiri. Menurut gw ini salah. Karena dari yang gw lihat.. gara-gara malu, si anak malah jadi kena omel atau cubit sama orangtua yang gak sabar.
Sebenarnya, semua penumpang yang ada di pesawat itu sama-sama menuntut kenyamanan. Semua penumpang gak pake kecuali. Dan si bayi, mereka juga termasuk penumpang. Jangan mentang-mentang mereka gak bayar full terus jadi gak dianggep.
Beda bayi sama kita adalah kita bisa ngomong.. dan mereka bisanya nangis. Yup, nangis. Cuma itu mungkin jadi satu-satunya cara komunikasi mereka untuk kasih tau kalau mereka dalam keadaan tidak nyaman. Kita yang sudah tua aja masih deg-degan naik pesawat.. gimana mereka para bayi? Rasanya sih mereka lebih sensitif deh..
Iyaa, tau gw.. tangisan bayi yang gak kunjung kelar itu bikin sakit kepala. Bayangin, kita si penumpang yang cuma dengerin doang aja pusing.. gimana orangtuanya? Lebih pusing tau! Dikira gampang apa diemin anak nangis?! Menurut gw, kita cuma perlu ngelakuin 2 hal. Entah itu bersikap bodo amat.. atau bersikap kooperatif.
Gw (kebetulan belum pernah duduk percis sebelahan dengan bayi tantrum) tipe penumpang yang bodo amat. Gw bakalan pura-pura budeg sepanjang perjalanan dan fokus nonton film atau dengerin spotify dengan volume gede. Menurut gw ini lebih terpuji daripada berkeluh-kesah gak karuan.
Karena keluh-kesah kita ini gak ada apa-apanya dibanding mereka yang masih hidup tanpa listrik atau air bersih.
Kooperatif yang gw maksud, yaaa.. lakukan apapun yang bisa dilakukan agar si bayi jadi lebih tenang. Entah itu coba ajak main kek, kasih coklat kek, gantian pangku kek.. yaaa apapun itulah. Tapi jangan sekali-sekali kasih masukan yang mendikte si orangtua. Kalau gak mau didikte orang, jangan mendikte orang lain. Hidup se-simple itu.
Masing-masing orang punya caranya sendiri dalam mengasuh anak. Kan gak berarti karena anaknya nangis terus, kita jadi berhak mendikte atau kasih tatapan 'orang tua macam apa lo?' ke si Ibu. Gw tulis ini karena gw belum di fase itu. Gw belum tau persoalan mengasuh anak. Tapi gw tau banget rasanya under pressure. Yakin gw, ini yang dirasain orangtua yang anaknya tantrum di pesawat.
Tiap apapun kejadian pasti ada pro kontra. Pasti ada yang bela si orang tua dan pasti gak sedikit juga yang bela si penumpang yang terganggu ini. Tapi saat gw baca statement dari si adek penumpang, lagi-lagi.. "Gile tu orang.. gak ada takut-takutnya sama netijen!" hahaha. Sayang aja kejadian ini gak disikapi dengan bijak.
Gw sendiri sih gak tau solusi nyata soal bayi tantrum di pesawat ini apa. Karena kita gak bisa juga ngelarang orangtua berpergian sama bayinya.. atau tiba-tiba bikin aturan kalau anak di bawah sekian tahun dilarang naik pesawat. Dan kita juga gak bisa ngelarang penumpang lain berkeluh-kesah menuntut kenyamanan.
Kalau gw boleh kasih masukan.. yang bisa kita lakukan sekarang adalah menjadi manusia yang memanusiakan manusia lainnya.
Sumpah. Gw sangat mencoba untuk gak berat sebelah. Karena selama ini gw jadi penumpang mandiri. Dengan kata lain gw bisa banget menempatkan posisi gw sebagai penumpang yang sangat keganggu hanya karena tangisan bayi. Tapi ya ituu..
We are the adults ones. Justru kita yang punya kekuatan atas diri kita sendiri dalam menghadapi segala gak kenyamanan yang kita rasain. Menurut pengalaman, semakin kita bentrokin.. semakin hidup kita gak nyaman. Saran gw, saran dari seorang perempuan yang keluar dari comfort zone-nya (ntar gw ceritain soal ini).. saran gw cuma satu. Berdamai sama diri sendiri.. berdamai sama sekitar.
Dan buat para orangtua diluar sana. Kalau kalian dihadapi hal serupa.. plis jangan berkecil hati, gak bisa nanganin anak lagi tantrum bukan kegagalan hidup. Tetap semangat mommies!